Assalamualaikum
pembaca setia blogku. Sudah lama banget ya aku enggak ngeblog, yah asalan
pertama sich karena aku sibuk ngurus bayiku yang sekarang usianya sudah hampir
15 bulan, dan yang kedua aku agak males nulis sejak tamat kuliah, hehehe. Kalo
flashback zaman waktu kuliah, aku pernah pengen buat novel sendiri yang
ceritanya tentang kisah-kisahku waktu masih ngampus dulu, udah aku laksanakan
sich, tinggal 30 % lagi rampung, tapi aku bingung sendiri mikir endingnya
gimana, yang jelas itu cerita gantung banget. Mirip kayak cerita Milea dan
Dilan, Cuma bedanya tulisannya enggak sebaik Mas Pidi Baiq. Hehehe. Aku
nulisnya duet dengan teman sekelasku. Ada beberapa bagian yang ditulisnya
nyaris nyata, dan ujungnya dia juga bingung mikir endingnya kayak gimana. Kami
sama-sama buntu. Yah aku harap aku bisa dapat ide bikin endingnya lebih baik
dari cerita aslinya. Mudah-mudahan.
Kali
ini aku mau nulis pengalamanku ngurusin bayi, mulai dari ia lahir sampe usia
yang sekarang ini. Jadi ibu yang baik itu enggak gampang ya ternyata. Kalo Cuma
jadi ibu aja sich aku bisa, tapi embel-embel “belakang” itu yang sulit, jadi
ibu yang baik dan sholeha itu enggak gampang. Lebih gampang ngelahirinnya dari
pada negdidiknya, tapi yang jelas disitulah aku bisa panen pahala apalagi aku
fullmom.
Memang
dari awal menikah aku dan suami memilih untuk mandiri, tinggal jauh dari orang
tua dan mertua, sesuai dengan lokasi kerja suamiku. Jadi ketika mengurus bayiku
juga aku mulai mandiri. Ketika melahirkan, ibuku mengurusku sampe usia bayiku
40 hari. Setelah itu, barulah aku mengurusnya sendiri. Aku cuma punya tiga
orang bersaudara kandung, Abang dan adik perempuanku yang usianya terpaut
denganku 10 tahunan. Jadi aku tidak punya riwayat pengalaman mengurus bayi, dan
hasilnya, anak sulungku jadi bahan percobaan pertama mengurus bayi. Bahkan
menggendong bayi yang usianya belum sampe satu bulan aja aku enggak pernah.
Makanya pelajaran pertama adalah menggendong bayi yang belum bisa angkat leher.
Dan aku sangat kaku.
Anak
bayiku cenderung suka rewel. Awalnya aku pikir karena memang usianya masih bayi
tapi ternyata ibuku juga berpendapat sama. “Perasaan dulu ma sewaktu Lelan
(adikku) masih kecil enggak serewel Alfa (bayiku) deh ma.” Keluhku. “Mama dulu
kayak enggak punya anak bayi waktu Lelan masih kecil. Nangis ketika magrib
enggak pernah. Malam tidurnya nyenyak, jarang nangis deh pokoknya. Beda banget
sama Alfa” sambungku lagi. “Iya ya rul, ini anakmu memang rewel banget. Habis
magrib pasti nangis, udah dibacain doa juga begitu” sambung mamaku.
Rutinitas
Alfa waktu sebelum usianya beranjak 4 bulan ya gitu. Sehabis magrib selalu
nangis, aku sampai oper-operan menggondongnya dengan suamiku. Mungkin dia masuk
angin. Besoknya sebelum magrib, aku memakaikan Alfa daun jarak diperutnya, dan
sehabis magrib masih sama, suka nangis. Rutinitas biasa, oper-operan gendongin
Alfa juga berlanjut, kadang bisa sampe jam 9 malam. Luar biasa ekstra. Malam
juga enggak nyenyak tidur. Alfa sering bangun malam, kadang juga menangis. Beberapa
bulan, aku mulai pusing. Kadang aku mikir kalo aku ini belum cocok jadi ibu.
Dan sindrom baby blues pun melanda. Pernah suatu hari ketika usia Alfa hampir
dua bulan, aku pernah mengunci diriku di kamar belakang, menangis
sejadi-jadinya, mengutuk dan menyalahkan diriku sendiri. Dan syukur
Alhamdulillah, suamiku pelan-pelan menyemangatiku, tidak menyalahkanku sedikit
pun atas rewelnya Alfa. Sedikit menghibur tapi masih benar-benar sindrom itu
belum hilang.
Ketika
usia Alfa memasuki dua bulan lebih, adik iparku yang baru saja tamat kuliah
tinggal bareng bersama kami, dan kehadirannya di rumahku sangat membantu
mengurus Alfa. Aku mulai belajar menggendong Alfa menggunakan kain gendong
tradisional, membedongnya, memandikannya dan semuanya aku belajar otodidak. Dan
yang paling penting aku belajar membuat Alfa nyaman. Pelan tapi pasti walaupun
belum begitu sempurna, aku mulai bisa. Dari semua itu, yang paling sulit
menurutku adalah menggendong Alfa dengan kain gendong tradisional yang kami
biasa sebut gendong dengan kain jarik. Itu repot banget. Pernah sewaktu adik
iparku sudah pulang kampung, aku belanja ke warung depan gangku, naik motor
dengan suamiku. Untung waktu itu sepi. Ibu itu, pemilik warung suka banget
memerhatikanku menggendong anak. Mungkin karena iya sudah berpengalaman jadi
ibu, makanya ia suka ngelirik apa yang salah denganku. Yah jujur, sedikit
risih. Ibu muda tidak suka dikomentari, tapi kami welcome kalo diajari. Benar
enggak ibu-ibu muda?
Dan
yang paling aku ingat, sewaktu aku selesai belanja, dia bilang begini, “Yang
enak gitu gendongnya”. Aku mendengar itu agak sedikit menusuk ke hati ya. Aku
udah belajar susah payah menggendong, eh dia malah bilang begitu. Aku balas
senyum, “ Udah mau pulang aja kok Bu”. Ah rasanya aku pengen bilang, “Bukan
urusanmu Bu” tapi apa daya, dari kecil sampe besar aku belajar menghormati yang
lebih tua. Aku kesal.
Usia
Alfa sudah memasuki 8 bulan aku mulai lega, Alfa makannya juga lumayan banget,
aku sering memberinya wortel, bayam, kacang hijau, dan dia makan itu dengan
lahap. Ketika usia Alfa memasuki 10 bulan, suamiku memutuskan untuk pindah ke
kampung halamannya, di Tapsel, aku nurut aja karena memang ada masalah di
kerjaan suamiku. Dan masuk di usia itu, Alfa mulai susah makan, dia enggak
doyan makan. Kupikir semuala karena mungkin enggak enak, apalagi aku tidak
pernah menambahkan garam atau gula di makanannya. Niatnya sampai usianya genap
setahun, baru aku kasi gula dan garam, tapi akhirnya ibu mertuaku menyarankan
untuk meletakkan gula dan garam supaya lebih sedap dan semoga Alfa bisa lahap
makannya. Nyatanya juga Alfa enggak doyan makan. Aku sempat hampir putus asa
ditambah lagi Alfa semakin hari semakin kurus. Selain dia enggak doyan makan,
dia juga sudah semakin aktif.
Tinggal
beberapa hari di Tapsel, Alfa semakin sering menangis, dia tidak mau dipegang
kakek neneknya, dia cuma mau sama mama dan ayahnya. Aku makin kewalahan.
Untungnya saja mertuaku mengerti soal itu, beliau juga menyarankanku untuk
segera memeriksa Alfa, apalagi melihat Alfa yang sering nangis kalo tengah
malam. Enggak lama, Alfa pun demam dan pilek. Kami membawanya ke dokter yang
sangat ampuh di kampung itu, tapi anehnya, ketika sampai di sana, Alfa malah
main, minta ditatih, berdiri pelan-pelan, sampai dokter juga bingung. Beliau
bilang anaknya sehat-sehat gini kok dibawa, memang sich waktu itu demam Alfa
sudah turun. Prihal soal nangis tengah malam, beliau bilang kalo Alfa lapar
makanya nangis, dan dia harus dikasi makanan. Kupikir mungkin karena Asiku
semakin hari semakin sedikit, apalagi ditambah dengan sindrom baby blues itu. Kemudian
beliau memeriksa suhu badan Alfa, dan hanya 37 derajat, masih tergolong normal
katanya. Sebelum pulang, beliau memberikan kami obat demam untuk Alfa. Obat
diminum kalo suhu badannya naik.
Drama
ibu yang punya anak bayi begini amat ya, kadang aku mengeluh dalam hati, aku
tahu sindrom baby blues itu belum hilang, dan tugasku bagaimana
menghilangkannya. Di usia 10 bulan juga Alhamdulillah Alfa sudah tahu siapa
emaknya, jadi kalau nangis, aku sudah mampu menenangkannya. Itu yang harus aku
syukuri, sangat harus aku syukuri.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^
Salam Cahaya ^_^