Tinggal pilih entri yang kamu suka

Thursday, November 3, 2011

Hartaku Yang Paling Berharga

10 September 2011, 01:20 AM
Aku gak tau apa yang ada di pikiranku sekarang. Aku bingung. Dua hari yang lalu aku dengar kabar kalau ayah dan adikku kecelakaan. Kejadiannya  aku gak tau persis tapi yang pasti aku panik dan terkejut mendengar kabar itu. Mengapa aku bisa sampai tau? Itulah yang membuat aku tambah bingung. Aku tiba-tiba saja menjadi orang yang sangar dan emosi untuk mengetahui apa yang terjadi. Ada unsur pemaksaan dan kekerasan bicara disini. O ya sebelum aku menceritakannya, aku ingin meminta maaf kepada saudara sepupuku, Ulfah Mayang Sari yag telah menjadi korban pemaksaan dan kekerasan bicaraku. ”Aku kemarin panik, Yang! Maaf ya, aku gak bisa mengontrol emosi aku”. Oke langsung aja ya ke kronologis ceritanya.
Ketika aku berada di sekretku tercinta, Dinamika, aku mendapat telpon dari Mayang. Awalnya aku malas banget angkat telponnya karena waktu itu aku lagi sibuk memperbaiki naskah resensiku yang akan launching di majalah dinamika edisi ke-29. Tapi akhirnya aku angkat juga telponnya. Mungkin aja waktu itu Mayang ada perlu sama aku, pikirku.
“Apa Yang?” tanyaku agak sedikit cuek.
“Lagi dimana ni Rul?” ia balik menanyaiku tanpa menjawab pertanyaanku.
“Aku lagi di kampus nih” jawabku seadanya.
“Owh, ya udahlah, nanti aja. Belum dapat kabar ya?” kata Mayang yang terus membuatku penasaran.
“Kabar apa?” tanyaku tegas. Pikiranku saat itu sudah was-was. Penasaran banget dengan apa yang akan dikabari Mayang.
“Gak ada kabar dari mamakmu ya?” ujar Mayang yang semakin membuatku penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi? Kudengar disana suara Mayang yang kelihatan seperti merahasiakan sesuatu. Ia tak ingin membiarkan aku tau apa yang sebenarnya terjadi. Aku terus memaksa. Aku pikir abangku kenapa-kenapa karena disaat itu juga dia bertanya prihal abangku Rizky yang tepat tanggal enam September kemarin balik ke Pekan Baru. Aku terus memaksa Mayang untuk bercerita tapi Mayang tetap istiqomah untuk tidak membeberkan rahasia itu padaku. Aku mulai marah saat itu juga. Dan ketika itu dia mulai mematikan telponnya.
Aku kecewa dengan informasi itu. Akhirnya aku mengirim sms ke abangku untuk menanyai tentang keadaannya. Ternyata, abangku sudah sampai d Pekan Baru dan dia sehat-sehat aja. Ada perasaan lega di hatiku. Tapi tak lama kemudian Mayang kembali menelponku.
“Rul, lagi dimana ni?” Tanya Mayang dari kejauhan.
“Aku lagi… aku lagi di kos” jawabku sedikit berbohong. Padahal waktu itu aku masih di sekret. Kalau aku bilang aku masih di kampus, Mayang pasti tidak akan memberitahukan kabar itu padaku. Tapi aku memang harus berbohong agar aku bisa tau apa yang sebenarnya terjadi.
“Owh. Gini Rul, sabar ya” Mayang mulai bercerita.
Disaat itu juga aku mulai membesarkan hatiku dan siap menerima semua kabar yang akan disampaikannya.
“Rul, tadi pagi ayah dan adikmu kecelakaan pas nganter adikmu ke sekolah” kata Mayang dengan tenang.
Oh My God, rasanya aku disambar petir seketika. Ya Allah, pikiranku melayang entah kemana. Ragaku hampir saja terpisah dengan jasmaniku mendengar kabar itu. Pikiranku benar-benar kacau. Tak tahan lagi, air mataku menetes seketika. Kukuatkan hatiku mendengar itu semua. Sesak di dada ini. Sejenak, aku mencoba tenang dan menahan setiap butiran air mata yang kian jatuh membasahi pipiku.
“Terus gimana dengan keadaan ayah dan adikku? Parah kali kecelakaannya? Dimana mereka sekarang?” pertayaanku bertubi-tubi menyerang Mayang. Suaraku hampir hilang ditelan kesedihan yang amat mendalam. Lebih baik aku mati dari pada aku harus mendengar kabar buruk itu. Astaghfirullah.
“Tenang Rul, gak apa-apa kok. Yodah, entar aku kabarin lagi ya” sambung Mayang menutup telponnya.
Aku tertunduk lesu. Tak sanggup mendengar berita itu. Tapi hati kecilku berkata kalau aku harus sanggup! Aku harus menerima kenyataan itu. Aku yakin ada hikmah di balik ini semua. Kini semuanya hanya aku serahkan kepada Allah semata. Dialah tuhan semesta alam. Sanggup atau tak sanggup, aku memang harus sanggup menghadapi ini semua. Allah gak suka dengan hambanya yang suka berputus asa. Bersabarlah Hilmah! Di luar sana masih banyak orang yang mendapat cobaan yang lebih dahsyat daripada aku. Pikirku dalam hati. Aku harus menenangkan diriku sendiri. Bukan tangisan yang harus aku berikan untuk ayah dan adikku, tapi doalah yang harus aku hadiahkan buat orang-orang terpenting dan tersayang dalam hidupku.
Sekarang aku menyadari arti keluarga. Keluarga adalah emas, mutiara, dan permata yang tiada tara harganya. Keluarga adalah kumpulan orang-orang yang tulus dalam memberikan cinta dan kasih sayang. Mereka tak butuh balasan ataupun imbalan. Yang mereka butuhkan adalah melihat orang-orang yang menjadi bagian keluarganya bahagia dan tetap berada di jalan yang benar. Tulus bukan? Aku sayang keluargaku.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^

Salam Cahaya ^_^