Tinggal pilih entri yang kamu suka
KARENA DALAM CINTA ADA SAYANG
Matamu bulat. Seperti bola pimpong tapi ini lebih kecil
lagi. Aku suka melihat matamu menatap lekat mataku. Saat-saat dimana kau selalu
mencurahkan setiap keluhanmu. Aku suka tatapan seperti itu walau aku sama
sekali tak suka mendengar keluhmu. Lagi-lagi aku harus menenangkanmu, menghapus
setiap lirih di batinmu. Aku senang bisa membantumu. Tapi sepertinya sekarang
aku tidak bisa mendengar keluhmu lagi karena kau selalu menghadirkan wajah
ceria dan senang di hadapanku. Entah itu hanya sebuah sandiwara saja.
Kau berubah. Aku bingung melihatmu. Kau seperti
bersandiwara saat ini. Terlihat senang namun sakit di dalam. Belakangan ini kau
tak menegurku lagi. Pernah sesekali aku menyapamu, tapi kau hanya balas dengan
ritme sedingin mungkin, “Iya. Ada apa Dafa?”. Aku hanya bisa tersenyum ketika
kau menjawab seperti itu. Ingin rasanya aku menghancurkan suasana dingin ini
tapi kau selalu saja menggagalkannya. Kau selalu punya alasan untuk pergi. Kau
bilang kau ada kelaslah, atau kau sibuk dengan bisnismu sekarang. Lambat laun
akhirnya aku mengerti mungkin kau sedikit kecewa denganku. Aku yang sekarang
ini sudah menyandang sebagai kekasihmu.
Beberapa waktu lalu aku mengangkat telponmu. Kudengar
dari arah sana kau bertanya tentang dimana keberadaanku. Sebenarnya aku sudah
menjawab, namun kau balas dengan, “Apa? Aku tidak bisa mendengar suaramu”. Aku
tahu itu. Waktu itu aku sedang berada di jalan sambil mengendarai motor yang
dulu amat sering kau duduki. Mustahil jika kau mendengar jelas suaraku. Aku
langsung memberhentikan motorku di pinggir jalan tapi kau telah menutup
telponnya. Aku ingin menelponmu lagi tapi sayang aku tak punya banyak pulsa.
Kurasa kau cukup memaklumiku tentang itu.
Malam sudah semakin larut. Aku sulit memejamkan mata.
Entahlah. Aku ingin mengirim sms selamat malam untukmu. Tapi lagi-lagi kau
harus memaklumiku. Rasanya aku bukanlah pria yang kau idamkan. Aku tak memiliki
apa-apa. Yang kumiliki hanya sebongkah kasih sayang. Itu pun kalau kau sendiri
percaya bahwa aku menyayangimu.
Hapeku berdering. Ternyata kau yang menelpon. Aku
langsung mengangkatnya. Dari sana, kau melontarkan salam yang terdengar lembut
di telingaku. Aku jawab salam itu tak kalah lembutnya. Suaramu sangat jelas
kukenal. Walau kau terus-terusan mengganti nomor saat menelponku. Malam ini kau
menanyaiku tentang siapa gadis yang kubonceng tadi siang. Kau bilang kau
melihatku dari atas sana bersama seorang gadis. Salahnya aku dan gadis itu
terlihat akrab. Makanya kau kelihatan ngotot ingin tahu.
“Apa kau cemburu?” tanyaku dengan tempo agak lambat. Kau
terdiam. Kau seperti kehilangan kata-kata. Lalu aku bertanya sekali lagi dengan
pertanyaan yang sama. “Iya” jawabmu singkat tapi aku rasa kau tidak benar-benar
cemburu.
“Mengapa kau bisa cemburu? Apa itu karena cinta?” tanyaku
sedikit yakin agar aku tahu kalau kau sebenarnya memang benar-benar cemburu.
Aku harap begitu.
“Kan sudah kubilang sejak awal. Kalau aku sudah punya
hubungan dengan seseorang, pasti hanya orang itu aja yang ada di dalam hatiku.
Enggak ada yang lain. Jadi jangan buatku seperti ini. Aku bukannya cemburu kau
bersama orang lain tapi aku cuma takut kau mainin. Hanya itu. Jadi siapa
perempuan itu?” jelasmu dengan nada yang berubah. Nadanya berbeda dengan
sebelumnya, lebih tinggi.
“Dia itu teman dekatku. Udah?” aku sedikit emosi.
“Aku juga sudah bilang dari awal kalau jangan pakai cinta
tapi pakai sayang. Kalau pakai sayang pasti kau tidak akan seperti ini. Cinta
itu sangat menyakitkan” jawabku enggak mau kalah. Aku berusaha memberitahumu
definisi dan perbedaan antara cinta dan sayang.
Kau hanya terdiam. Aku rasa kediamanmu itu pertanda kalau
kau tak setuju denganku. Karena memang sejak awal kau selalu membanggakan cinta,
bukan kasih sayang. Kau bilang kasih sayang itu hanya milik seorang ibu kepada
anaknya dan Tuhan kepada hambanya. Lagi-lagi kau benar tentang definisi sayang
yang tersirat tapi kau salah karena bukan hanya ibu dan Tuhan yang memiliki
kasih sayang. Aku juga memilikinya. Aku sayang kamu.
“Boleh aku bertanya?” aku meminta izin padamu agar kau
tak diam seperti ini. Aku tak suka melihatmu diam. Karena diam hanya
menimbulkan spekulasiku yang aneh-aneh. Lebih baik kau melontarkan segala yang
tidak kau suka terhadapku.
“Apa?”
“Kemarin Dedi menembakmu kan? Waktu itu kan aku sudah
bilang kalau semua keputusan hanya ada padamu. Aku ikhlas kalau kau menerima
Dedi,” ungkapku. Aku berharap kali ini kau mengucapkan sepatah kata mengapa kau
bisa menerimaku. Tapi nyatanya aku hanya mendengar suara oksigen yang kau hirup
dari telpon seluler ini.
“Dulu derajat aku dan Dedi sama kan? Sama-sama temanmu
kan?”
“Iya”
“Jadi sekarang derajat aku dan Dedi beda kan? Mana yang
lebih tinggi derajatnya? Aku atau Dedi?
“Kau”
“Lalu mana yang lebih menyakitkan. Aku atau Dedi?”
“Kau,” kau jawab dengan jawaban yang sama. Aku sudah bisa
menebak itu sebelumnya.
“Terus, mana yang lebih bisa membuatmu bahagia? Aku atau
Dedi?”
“Kau,” jawabanmu sangat sulit aku mengerti.
Jawaban terakhirmu
kurang masuk akal. Seharusnya Dedi yang bisa membuatmu bahagia, bukan aku.
Karena aku sudah menyakitimu. Seharusnya begitu. Tapi kau sanggah pernyataanku.
Kau jawab, “Perasaan enggak bisa dijawab dengan logika, Daf!”. Kini aku yang
malah diam.
Suasana kembali seperti semula seperti saat pertama
kalinya aku mengejarmu. Saat pertama kalinya aku bersungguh-sungguh untuk
mendekatimu. Kau tidak segalak seperti tadi. Aku suka suasana ini. Dengan
lantangnya aku menjelaskan lagi definisi cinta dan sayang. Sudah berulang-ulang
kali aku menjelaskan bahwa sayang itu indah. Untuk menjalin hubungan seperti
pacaran, kita tak butuh cinta. Lalu kau tanya lagi. Pertanyaan ini justru
membuatku bingung. Aku tak tahu harus menjawab apa.
“Apa sayang itu bisa memudar? Atau sayang itu bisa
hilang?”
Kali ini aku butuh
banyak pengalaman. Aku sendiri tidak yakin kalau sayang ini akan bertahan lama.
Tapi untuk seorang gadis yang rela menelponku ini, aku berani jamin kalau
sayang ini tidak akan memudar.
“Sayang ini tidak akan pernah memudar. Bahkan ia terus
bertambah setiap harinya. Sama seperti kita punya seorang tante. Tante kita
akan terus menyayangi kita walaupun adik kita sudah lahir. Sayang itu tidak
akan berpindah dari kita ke adik kita tapi malah sayangnya pada kita semakin
bertambah. Tante kita juga sayang dengan adik kita. Semakin besar kita maka
sayang itu semakin bertambah besar pula,” aku menjawab dengan analogi yang
cukup sederhana supaya kau mengerti dan memuliakan kasih sayang. Mendengar itu
kau malah tertawa.
“Berarti kau ingin berpoligami” sambungmu lekas sehabis
tertawa tadi.
Aku hening. Lambat laun suaramu menghilang. Telpon sudah
terputus. Itu terakhir kalinya aku mendengar suaramu dengan bahasan dari hati
ke hati seperti ini. Setelah itu kau menjauh.
###
Beberapa hari ini setelah kejadian itu kau semakin
berbeda. Kau tidak pernah lagi membahas tentang hubungan kita. Kita bukan
seperti sepasang kekasih lagi tapi entahlah. Jika kau marah denganku karena aku
membawa seorang gadis, kau boleh memakiku tapi tidak untuk mendiamiku seperti
ini. Kau membuatku semakin bingung. Kau selalu menyunggingkan senyum dimanapun
kau berada. Kau terlihat semakin cantik dengan senyumanmu itu. Karaktermu di
depanku juga jauh berbeda. Saat pertama kalinya kau menerimaku, kau jadi salah
tingkah setiap kali bertemu denganku atau setiap kali kuajak bicara. Kau selalu
menunduk padahal aku ingin sekali menatap mata bulatmu itu lebih lama makanya
aku sangat sering mengajakmu ngobrol bersama walau kau selalu menolak. Aku
tahu, kau salah tingkah. Sebab, rasa itu sudah berbeda sekarang. Yang dulunya
kita berteman akrab kini malah kita menjadi sepasang kekasih. Sayangnya, salah
tingkahmu itu sudah hilang sekarang. Mungkin kau sudah terbiasa atau mungkin
cintamu sudah pudar padaku. Aku berharap intensitas pertemuan kita yang semakin
sering membuatmu terbiasa dan tak salah tingkah lagi. Nyatanya itu hanya sebuah
pikiranku saja. Orang-orang yang tak tahu hubungan tentang kita malah bilang
kau jatuh cinta dengan Indra, teman sekelasmu yang dulu selalu kau ceritakan
padaku sewaktu kita masih berteman. Aku masih ingat alur cerita antara kau dan
dia. Aku masih ingat hari apa dan tanggal berapa kau pernah meneteskan air mata
untuknya. Waktu itu dia marah padamu hanya karena kau tidak mau menceritakan
masalahmu padanya. Ia memarahimu bahkan ia tak mau memaafkanmu selamanya. Saat
itu aku masih bisa melihat getaran dahsyat di bibir imutmu itu. Kau panik. Kau
berusaha menelponnya tapi ia sama sekali tidak mau mengangkatnya. Kau
menunggunya sejak pagi agar ia datang dan kau dengan leluasa mengemis-ngemis
maaf darinya. Namun, ia tak kunjung datang. Satu yang bisa kuambil kesimpulan
tentang masalahmu adalah ia sangat mencintaimu bukan menyayangimu makanya ia
bisa bertindak seperti ini, memaki-makimu. Sayangnya aku tak ingin
memberitahumu tentang kesimpulan itu. Aku takut kau dan dia bersama. Ini bukan
sebuah kecemburuan tapi ini sebuah kasih sayang. Aku tidak ingin ia dapat
meraihmu. Karena kau sepantasnya hanya untukku. Aku yang berhak menjagamu.
Aku rasa perkataan orang-orang tentang kau dan dia ada
benarnya. Karena gerak-gerikmu mendukung perkiraan-perkiraan yang ada. Pernah
kudengar kau sedang bercerita tentang Indra dengan Ratna, teman sekelasku. Tapi
yang kudengar hanya samar-samar. Kurasa itu kisah masa lalu yang juga kau
pernah ceritakan padaku satu tahun yang lalu. Aku anggap itu hanya angin lalu.
Kalaupun salah, aku berharap kau sedang menguji kasih sayangku. Kau berusaha
membuatku cemburu. Lalu malamnya aku menelponmu dan bertanya tentang hubunganmu
dengan Indra. Seperti itu kan yang kau mau? Aku adalah lelaki yang memegang
erat omonganku. Meskipun kenyataannya benar aku cemburu, aku tetap berpura-pura
tidak cemburu dan tidak mendengar apapun tentang hubungan kalian. Aku berusaha
tidak tahu di depanmu.
Semakin hari ternyata aku semakin tahu kalau aku salah
setelah aku mendengar semuanya dari Bang Hasyim, teman dekat aku dan Ilma. Ilma
tidak benar-benar mencintaiku. Ia masih berada dalam bayang-bayang Indra.
Entahlah. Atau mungkin Indra yang masih saja membayangi kehidupan Ilma hingga
Ilma semakin kokoh berada di dekatnya. Kemungkinan yang lebih besar lagi kalau
mereka memang saling bayang-membayangi. Mereka masih saling membutuhkan. Sekali
lagi aku benar-benar salah.
###
Aku salah dan kau Ilma, kau benar. Kini hanya kata maaf
yang terucap. Maaf jika aku pernah menyakitimu. Tanpa kusadari kau sudah tahu
sejak lama tentang hubunganku dengan Syifa, teman sekelasku juga. Aku tidak
tahu siapa yang telah memberitahu tentang itu. Tapi seandainya aku tahu siapa
maka aku akan banyak-banyak mengucapkan beribu terimakasih karena telah
menyadarkanku dengan kepergianmu. Aku jadi semakin tahu arti kehilangan.
Awalnya aku tidak pernah terpikir untuk menduakanmu. Aku hanya ingin
mengembangkan sayap-sayap kasih sayang ini, tapi nyatanya aku gagal. Makanya
aku tidak bisa menjelaskan denganmu hubungan antara kasih sayang dan poligami
waktu itu. Aku lega ketika itu telpon terputus.
Aku mengira kau salah karena telah mengandalkan cinta.
Tapi pada kenyataannya aku yang salah karena aku telah mengotori sayang. Aku
tidak perlu mengajarimu lagi arti kata sayang karena sebenarnya dalam cinta
itulah ada sayang. Tapi sayang selalu tidak memiliki cinta hingga akhirnya
sayang ini semena-mena. Izikanku mengatakan bahwa kali ini kau juga salah
karena ibu dan Tuhan sebenarnya juga memiliki cinta.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^
Salam Cahaya ^_^