Tadi malam Satria mengatakan cinta
padaku lewat sms. Aghh, entah apa maksud anak itu. Rasanya ingin sekali aku
akhiri teka-teki ini. Dulu sewaktu semester satu, aku dan dia sempat tak
teguran. Bukan aku yang mengawalinya, tapi dia. Akhirnya di akhir semester, dia
sendiri yang minta maaf kepadaku. Dia bilang kalau wajahku mirip mantan pacarnya.
Jadi setiap kali dia melihatku, dia jadi ingat dengan mantannya. Satu hal yang
paling tak bisa aku terima dari dia, dia benci dengan mantannya dan
melampiaskan kebencian itu dengan tidak bersosialisasi denganku. Yah, aku
maklumi saja dia.
Semoga apa yang dia katakan waktu itu, bukan menjadi modus
untuk mendekatiku. Bagiku, dia adalah lelaki yang cukup aneh yang pernah
kukenal. Pertanyaan yang ada di benakku sekarang adalah apa yang sebenarnya dia
inginkan dariku? Kenapa semua ini terjadi sama aku? Apa dia benar-benar
mencintaiku? Kalau itu benar, apa aku juga mencintainya? Aghhh.. sudahlah!
Besok, aku punya siasat jitu untuk tidak menegurnya. Aku ingin menjauhinya
sebelum rasa ini begitu dalam.
###
“Mah, kok gak jadi kamu bilang ke teman
kita satu kelas kalau aku bilang cinta sama kamu tadi malam?” cetus Satria
kepadaku ketika aku berjalan di depannya dengan Ratna, teman sekelas kami juga.
Huft, dasar Satria, tak tahu malu. Tadi
malam aku memang mau bilang kalau Satria bilang cinta sama aku ke teman-teman
lewat sms, tapi itu hanya gertakanku saja. Mana mungkin aku melakukannya.
Sungguh memalukan kurasa. Tak pantas untuk diceritakan.
“Ngapain pula aku bilang! Kurang kerjaan
tau!” sambungku asal dan menjauhinya.
Kami memasuki kelas. Aku dan Ratna duduk
di kursi paling depan, sedangkan Satria duduk di pojok. Hanya ada aku, Satria
dan Ratna di kelas itu. Selang beberapa menit, Ratna keluar kelas menyusul
teman sekelasku yang masih berada di bawah.
“Mah” sapa Satria dengan suara yang
cukup parau.
Aku diam sejenak dan berusaha tidak
mendengar panggilan itu.
“Mah” lagi-lagi Satria memanggilku
dengan lirih.
“Apa?” jawabku cuek dan menoleh ke
arahnya.
“Sakitku kumat lagi la Mah” rintih
Satria.
Apa? Sakit? Satria sakit. Kuhampiri ia.
“Duduk sini kenapa Mah” pinta Satria dan
menggeser satu kursi tepat di depannya. Kuturuti saja. Aku masih penasaran
dengan penyakitnya. Apa dia pura-pura sakit? Aghh
“Tadi malam penyakitku kumat lagi” kata
Satria.
Aku diam saja dan menatapnya
dalam-dalam. Satria terus saja bercerita tentang penyakitnya. Ternyata Satria
pernah mengidap penyakit tumor otak dan sewaktu tumornya diambil, ada saraf
yang tersentuh. Itu yang membuatnya sakit. Satria juga menyuruhku untuk membeli
lima bungkus roti yang tebal dan dua gelas air putih jika ia sesak nafas. Aku
hanya mengangguk saja.
Tiba-tiba saja mataku berkaca-kaca
menatap Satria. Aku langsung sedih. Entah perasaan apa ini. Semakin lama kondisi
Satria semakin memprihatinkan. Dengan sigap dan hampir berderai air mata, aku
menjalani amanah Satria tadi. Aku langsung menuju lantai bawah dan berlari-lari
ke koperasi hanya untuk mencari roti. Jujur, aku ingin menangis menatap tangan
Satria gemetaran tadi. Beribu-ribu doa kupanjatkan sepanjang jalan menuju
koperasi. Aku berharap dia cepat sembuh. Ini bentuk rasa sayangku padamu
Satria.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^
Salam Cahaya ^_^