Tinggal pilih entri yang kamu suka

Monday, May 6, 2013

Kasih Tak Sampai



Satu persatu tetesan air jatuh di sudut kelopak matanya. Ia menggenggam perutnya yang semakin membesar seiring berjalannya waktu. Wajahnya peluh, penuh keluh kesah menanti seseorang di ujung sana untuk kembali dan bersedia melontarkan janji setia di hadapan tuhan. Ia menyandarkan tubuhnya di depan pintu yang tengah terbuka, menatap lalu lalang setiap orang yang berjalan. Mereka menatap sinis padanya. Bahkan saat melewatinya seseorang sengaja berludah. Tapi wanita itu tetap sabar dalam diam sambil sesekali mengelus perutnya.


“Ini pelajaran bagimu,” sahut makhluk tak berwujud itu membisikkan telinganya.
“Untuk apa kau merayunya waktu itu. Lihatlah, kau sendiri yang celaka. Masa depanmu hancur tak bersisa sedikitpun bahkan kau dikucilkan orang-orang di luar sana,” sambungnya lagi.
Wanita itu menangis tersedu-sedu, lalu berjalan menuju kamar.
“Sekarang, mana pria yang kau cintai itu? Dia tidak ada di sisimu lagi kan. Kan sudah kubilang dari awal dia tidak pernah mencintaimu. Lalu mengapa kau tega merayunya dan memberinya mahkota cintamu?” bisikan itu tiada henti-hentinya bicara. Wanita itu kian menangis terisak-isak, berjalan pelan-pelan ke meja riasnya, mengambil pot bunga kaca di depan cermin lalu seketika melagakan pot bunga dengan kaca yang berukuran 50x70 cm itu. Kaca pecah menimbulkan suara. Namun tak ada seorang pun yang mendengarnya. Di luar sana mereka sedang asyik bersenda gurau, tertawa manis, saing bercerita. Tak ada siapapun yang peduli. Kini ia sendiri.

Ia memandangi satu persatu serpihan kaca, memilih salah satu serpihan kaca yang besar nan runcing dan mengambilnya. Lalu ia tersenyum, entah berapa kali ia menghirup oksigen lalu melampiaskan segala kesalahannya. Ia mendekatkan serpihan itu ke nadinya, hingga akhirnya darah segar mengucur tanpa jeda. Dia masih tersenyum.

###

“Rafa, mengapa tidak mengangkat telponku tadi pagi?” tanya seorang wanita berjilbab yang datang menghampiri meja pria tinggi berbadan atletis. Namanya Nayla.
“Bukan urusanmu,” jawab lelaki yang dipanggil Rafa tadi. Ia sengaja bangkit dari tempat duduk dan menjauhi Nayla.
Nayla bingung. Hari ini sifat Rafa berubah. Bagi Nayla, Rafa bukanlah sekedar teman, tapi bahkan lebih dari teman. Bukan pacar juga karena sampai sekarang, mereka tidak ada yang benar-benar mengungkapkan rasa itu. Walaupun dalam hati kedua saling mencintai dan membutuhkan. Bagi sebagian orang, makna “cinta tak harus memiliki” tidak sepenuhnya melapangkan hati. Ada rasa ingin di dalamnya. Begitu juga dengan mereka, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk hidup dalam kata-kata persahabatan. Ini bukan kesepakatan, tapi hanya sebuah ungkapan hati masing-masing yang sama sekali tidak diketahui. Rafa dan Nayla saling tidak tahu. Yang mereka tahu hanya sebuah kenyamanan saat bersama. Untuk mengungkapkan rasa yang benar-benar ada, pria selalu gugup di hadapan wanita, ikrar Rafa dalam hati saat mereka berada dalam satu waktu dan tempat yang sama.
Nayla berjalan berusaha mendahului langkah Rafa. Tapi tetap saja Rafa yang selalu berada di depan. Pria memiliki langkah yang lebih besar dari wanita.
“Rafa,” teriak Nayla dari jarak beberapa meter.
“Kau kenapa? Ada masalah? semalam dirimu masih baik-baik aja. Kalau ada masalah bicarala sama aku,” sambungnya lagi dan Rafa masih asyik dengan langkah-langkahnya.
Nayla berhenti mengejar. Ia memutar badan dan berjalan yang arahnya berbeda dengan Rafa. Nayla memasuki kelas. Lalu sedikit demi sedikit berusaha tersenyum.
Nayla tahu kalau ini bukan yang pertama kali terjadi. Rafa juga pernah diam-diaman seperti ini kalau lagi marah. Nayla masih ingat, setahun yang lalu Rafa pernah selama satu bulan tidak menegur Nayla. Tidak mengirimi sms, ataupun nelpon karena waktu itu Nayla tidak sengaja berkata kasar dan meyakinkan dirinya bahwa tanpa Rafa, ia akan baik-baik saja. Saat itu Rafa diselimuti rasa amarah yang sangat dalam, membara bagai api yang menyala-nyala dan siap membakar siapapun yang ada di dekatnya. Ia memarahi Nayla dan berjanji tidak akan memaafkannya. Tapi lagi-lagi Tuhan maha baik. Mungkin tuhan sengaja menitipkan Nayla untuk Rafa atau Rafa untuk Nayla. Rafa dengan sendirinya minta maaf pada Nayla dan Nayla terharu sampai ia meneteskan air mata untuk Rafa. Setelah kejadian itu, mereka sadar bahwa tidak ada sesuatu yang indah selain kehidupan mereka bersama. Rasanya hidup ini terlalu sulit untuk dijalankan masing-masing. Hari demi hari, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun, ada perasaan yang muncul begitu saja dalam diri mereka. Jika mereka melihat satu sama lain, mereka seperti melihat diri mereka di cermin. Rafa tahu segalanya tentang Nayla, Nayla juga tahu segalanya tentang Rafa. Apa mungkin ini jodoh?, Nayla pernah bertanya dalam dirinya tentang itu.
“Mengapa ketika melihatmu, aku merasa melihat diriku sendiri?” ujar Rafa pelan bahkan seperti berbisik padahal kalaupun suaranya besar, Nayla menjamin tidak ada yang peduli dengan percakapan mereka saat ini. Semua orang tengah sibuk berlalu lalang.
“Katanya...” Nayla menghentikan ucapannya lalu sejenak berpikir. Ia bingung harus berkata apa lagi. Lalu dengan sengaja Rafa tersenyum di hadapan kerumunan rumput itu. Dan Nayla sibuk mengotak-ngatik kata-kata di pikirannya.
“Mungkin dalam diriku, ada kamu Raf. Atau mungkin Tuhan sengaja menciptakan aku dari tulang rusukmu,” Nayla tersenyum manis.
“Bukan tulang rusuk Nay, tapi kau itu tulang belakangku,” Rafa menangkis pernyataannya.
Nayla menyeritkan dahi, “Tulang punggung? Maksudnya?”
“Manusia tidak akan bisa hidup tanpa tulang punggung. Tulang punggung itu menopang badan manusia untuk tetap kokoh berdiri, duduk bahkan berbaring. Tulang punggung itu sangat penting,” jelas Rafa sementara Nayla masih hanyut dalam makna tulang punggung.
“Apa setelah tamat kuliah nanti, kamu mau menikah denganku?” sambung Rafa lagi. Sehabis bicara tadi bibirnya gemetaran.
Nayla tersenyum, “Aku belum bisa bilang ‘iya’ atau ‘tidak’ karena segala apa yang ada di bumi adalah urusan-Nya. Jika Dia menginginkan kita bersama suatu hari nanti, pastilah takdir kita menyatu lebih dari saat ini”. Sesaat kemudian langit bergemuruh, lalu satu persatu hujan turun membasahi tiap sentimeter bumi ini. Mungkin itu hujan dari pertanda rahmat Allah.  
###
“Apa kamu sudah tahu segalanya?” sapa Rafa yang sekarang tengah tidak sanggup menatap wajah sendu Nayla. Nayla hanya mengangguk pelan.
“Mengapa kau melakukan ini padaku?” sambungnya lagi sambil tak sanggup menahan air mata yang ingin segera tumpah.
“Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Dia yang merayuku,” ujar Rafa pelan.
Nayla masih tidak bisa berkata apa-apa lagi. Tidak ada tatapan penghakiman dimatanya.
“Lalu aku harus bagaimana?” sambung Rafa lagi karena melihat Nayla yang terdiam kaku.
“Menikahlah dengannya. Kasian dia,” ujarnya tanpa menatap mata Rafa.
“Tidak! Aku tidak bisa” ketus Rafa tiba-tiba tanpa memikirkan jawaban yang tepat.
“Jika tidak maka selamanya kau akan kehilanganku. Selamanya,” Nayla mengancam.
Rafa masih terdiam. Selang beberapa menit, ia mengangguk dan perlahan berkata, “Aku tidak ingin kehilanganmu, karena kamu adalah tulang punggungku,”.
Seketika mereka hanyut dalam tangis, menangisi takdir yang tidak menyatukan mereka. Dalam hati Nayla sama sekali tidak ada penghakiman untuk Rafa ataupun wanita itu. Hatinya masih mengemis pada Tuhan bahwa saat ini hanya mimpi dan sekarang ia memohon pada tuhan untuk segera membangunkannya dari mimpi panjang ini. Rafa juga begitu, rasa sesak di dadanya semakin kencang terasa saat ia menyadari bahwa sebentar lagi ada jarak yang memisahkan mereka. Ia takut kalau ia dan Nayla tidak bisa berada dalam ruang dan waktu yang sama. Tertawa bersama, bersedih bersama. Entahlah. Hari itu semakin dekat, setelah nyawa Sarah terselamatkan dan janji itu terucap, segalanya kian berubah. Mentari tidak selamanya menghangatkan bumi untuk Rafa dan Nayla.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^

Salam Cahaya ^_^