Tinggal pilih entri yang kamu suka

Tuesday, June 4, 2013

Menjemput Kekasih Halal


“Bukankah sesuatu yang hilang akan kembali dengan sendirinya?” suara itu menjerit-jerit dalam batinku. Ia masih saja meyakiniku dengan segudang alasan bahwa ia pasti kembali. Aku menantinya sampai saat ini hingga akhirnya aku tak pernah berjalan beriringan dengan yang ‘tersedia’ bersamaku menapaki jalan setapak kesenangan dan keperihan hidup ini. Mataku basah memeluk erat sebuah buku biru tebal yang berisi kira-kira 100 lembaran. Ternyata kisah ini belum usai, pikirku.

“Apa Kau tahu seperti apa Tuhan itu?” lagi-lagi kau bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti beberapa waktu lalu.
Aku berdeham dan mengangguk pelan. Aku sedikit memalingkan wajah ke arah orang-orang yang sedang berjalan melewati kami. Wajahku sedikit menengadah ke langit.
“Apa Kau suka melihat awan di atas sana?” sambungku lagi sambil menunjuk ke arah awan yang begitu tebal namun terlihat cerah menaungi kami yang sedang berada di bawahnya.
“Itu adalah salah satu ciptaan Tuhan. Kau tahu, seluruh isi bumi ini dan luar angkasa sana adalah ciptaan-Nya” ungkapku dengan tempo yang sedikit lambat.
“Kak Nayla”, sapa seorang gadis manis berjilbab biru muda datang sambil mencium tangan kananku. Dia Laila, adik kandungku yang berjarak tiga tahun lebih muda. Aku tersenyum. Khayalanku barusan kabur entah kemana.
“Kapan Kak datang? Rindulah sama kakak”, ungkapnya penuh manja.
“Baru aja dek. Mulai sekarang kak tinggal di Indonesia”, sambungku sambil menutup buku catatan harianku semasa SMA dulu.
“Apa Kak masih mengingatnya?” tanyanya kembali dengan mata nanar. Laila benar-benar tahu apa yang ada di hatiku sekarang.
Aku hening dan menatap lekat mata adikku yang tidak pernah kujumpai itu selama lima tahun berturut-turut.
###
Hiruk pikuk kota Medan masih menyisa sampai saat ini. Hari ini matahari panas menyengat kulit seakan mematahkan semangatku untuk mencari seseorang yang telah lama bersarang di hatiku. Bukan aku ingin menggagalkan perjodohan itu dan pergi bersamanya tapi aku hanya ingin bertemu dan mengantarkan surat undangan ini untuknya. Setelah itu aku akan mengatakan bahwa kisah ini telah usai dan pergi meninggalkannya. Hanya itu. Aku termenung menatap selembar kertas berisi alamat. Sebuah alamat panti rehabilitasi narkoba. Perlahan tapi pasti, aku melangkah menuju gerbang panti. Langkahku terhenti tepat di bagian penerimaan tamu. Petugas panti menyambutku dengan ramah.
“Ada yang bisa saya bantu Mbak”
“Saya lagi butuh data seorang pasien lima tahun yang lalu”
“Owh, kalau urusan itu, Mbak datang saja ke bagian Pusat Komunikasi” sambungnya.
Aku bergegas menuju bagian Pusat Komunikasi dengan ditemani petugas penerimaan tadi.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya wanita memakai baju seragam biru padaku. Ia adalah pegawai Pusat Komunikasi di sini.
“Begini Mbak, saya ingin meminta data pasien lima tahun yang lalu”
“Wah, tidak semudah itu Mbak. Di sini ada prosedurnya. Hanya keluarga-keluarganya saja yang boleh tau”
“Tapi Mbak, saya ini teman SMAnya. Nama saya Nayla” aku mulai memperkenalkan diri.
Wanita itu menarik nafas dalam-dalam.
“Ada kepentingan apa Mbak untuk tahu datanya?”
Aku terdiam sejenak dan mulai berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya. Awalnya aku malu untuk mengungkapkan alasannya tapi ini sudah terlalu rumit akhirnya aku menceritakan semuanya. Mulai dari awal aku mengenalinya hingga sampai saat ini. Pegawai itu tersenyum. Senyumannya tampak iba menatapku. Sepertinya ia paham. Paham sekali dengan apa yang aku rasakan. Ia mulai membuka-buka lemari dan mencari data tentangnya, Ardian Syahputra.
“Pasien hanya menempati panti ini selama enam bulan. Lalu ia pindah ke Jakarta. Kami juga yang mengurusi semua surat kepindahannya dari panti ini” ungkap pegawai panjang lebar.
“Boleh aku minta alamat panti rehabilitasi yang ada di Jakarta? Atau aku minta nomor yang bisa dihubungi saja”
Pegawai itu tersenyum sambil memberiku secarik kertas berisikan alamat panti rehabilitasi dan nomor teleponnya. Ia juga memberiku alamat rumah Andrian yang lama di Medan ini.
“Semoga Mbak mendapat informasi dari alamat rumahnya yang lama ya” harap pegawai itu lagi.
###
Pencarianku hari ini selesai. Matahari panas tadi berganti hujan rintik-rintik. Mungkin hujan itu mewakili hatiku saat ini. Aku takut jika secercah harapan yang kini aku genggam pudar nantinya. Esok pagi aku melanjutkan pencarian ini. Aku mulai terbaring dan memejamkan mata.
“Untuk apa sich kau melakukan ini?” lagi-lagi suara batinku hadir membuatku terbelalak. Ya. Aku mengerti seharusnya cerita ini telah usai. Seharusnya aku tak berada di penginapan ini dan seharusnya pula aku mempersiapkan diri menjadi istri soleha Mas Raihan, lelaki yang satu minggu lagi akan sah menjadi suamiku. Sayangnya, kami tak saling kenal. Sudah setahun yang lalu orang tua kami menjodohkan. Aku dan Mas Raihan tidak pernah berhubungan walaupun hanya sekedar sms saja. Kabar yang kudengar Mas Raihan juga tidak tahu siapa aku, dan siapa namaku. Yang dia tahu aku adalah anak dari Pak Chandra, teman ayahnya sewaktu masih SMP dulu. Mas Raihan itu adalah seorang ustad muda terkenal di Jakarta. Alasannya untuk tidak mengetahui siapa aku, dia hanya takut jika akhirnya dia kecewa atau bahagia setelah tahu siapa aku. Alasan yang kurang masuk akal kurasa.
Suara hapeku berdering. Tenyata ayah yang menelpon.
“Assalamualaikum. Kapan pulang ke Brandan Nak?” tanya ayah dari seberang sana
“Waalaikumsalam yah. Mungkin lusa Nayla akan pulang. Masih ada urusan di Medan ini yah”
“Nak, akad nikah kamu kami percepat. Enggak jadi minggu depan tapi tiga hari lagi”
“Apa? Kok bisa dipercepat begitu yah?” sontakku kaget.
“Tapi yah, Nayla belum ada mempersiapkan apapun” sanggahku lagi dan berharap ayah memperlambat semua proses pernikahan ini sampai aku bertemu dengan Adrian.
“Maafkan ayah Nay. Raihan keluar negeri minggu depan, makanya akad nikahnya dipercepat sekalian pestanya. Ummimu sudah mempersiapkan semuanya. Kamu tinggal pulang ke rumah saja” jelas ayahku sambil mengakhiri telpon itu.
Angin berhembus pelan menerobos tirai kamar penginapan yang sudah kupesan selama tiga hari ini. Sepertinya aku memang harus meninggalkan kisah ini. Aku takut ayah tahu alasanku ke Medan hanya untuk menemukan masa laluku. Aku tahu ini terdengar aneh, tapi ini sangat berarti bagiku. Bagi seseorang yang pertama kali jatuh cinta. Bagi seseorang yang terbuai dalam keagungan cinta.
###
Tadi pagi aku sudah mengunjungi rumah lama Adrian. Namun sama sekali aku tidak mendapatkan informasi. Aku juga sudah menelpon panti rehabilitasi yang pernah didiami Adrian di Jakarta, tapi mereka merahasiakan semua tentang Adrian walaupun aku sudah menjelaskan maksud dan tujuanku. Aku lemas. Hari ini aku putuskan untuk kembali ke rumah dan melakukan skenario yang sudah ayah perintahkan untukku.
###
Malam ini adalah malam terakhir bagiku untuk mengakhiri masa kesendirian. Sesudah salat Isya tadi aku berdoa pada Tuhan agar Tuhan mampu merahasiakan semua tentang perasaanku ini. Aku sedih. Aku mulai mengenakan baju gamis panjang dengan balutan jilbab yang warnanya senada dengan bajuku. Aku berhias diri.
“Saya terima nikahnya Nayla Azzura binti Chandra Wijaya dengan mas kawin seperangkat alat salat dan  emas senilai empat puluh juta rupiah dibayar tunai” ungkap Mas Raihan tanpa ragu.
Semua orang bertepuk tangan dengan gembira. Sedangkan aku meneteskan air mata. Ternyata Mas Raihan adalah jodohku yang dipilih Tuhan. Ummi menuntunku keluar kamar menuju ruang tamu, tempat akad nikah berlangsung. Aku menunduk.
Aku masih tidak berani menatap suamiku. Lalu denagn adegan yang sudah dilatih ayah tadi siang. Aku meraih tangan pertama seorang lelaki selain ayahku dan mulai mencium tangannya. Aku mengangkat wajahku sedikit dan menatap wajah suamiku.
Waktu terasa berhenti saat itu. Aku tak bisa berkata lagi. Wajahku pucat.
Subhanaallah, batinku menjerit. Air mataku meleleh seketika.
“Adrian? Apa itu Kau?” tanyaku penuh kaget.
“Jangan memanggilku dengan Adrian. Aku Mas Raihan sekarang. Adrian itu masa lalu” ungkapnya penuh kelembutan.
Aku masih tidak bisa mengedipkan mata.
“Apa kau sudah tahu tentang perjodohan ini sebelumnya?” tanyaku lagi.
“Demi Allah, aku sama sekali tidak tahu kalau ternyata kamu adalah jodohku. Aku hanya menurut semua perkataan orang tuaku. Aku hanya yakin bahwa Allah akan memberikanku jodoh yang terbaik. Hanya itu Nay” ia menjawab penuh rasa percaya diri.
“Nayla harus terbiasa memanggilku Mas Raihan ya. Jangan Adrian lagi” tambahnya lagi dengan senyuman yang paling manis. Senyuman yang pernah ia berikan padaku ketika perpisahan sekolah tiba.
Angin sepoi-sepoi berjalan perlahan menuju kamar kami. Ia mulai bergerak membuka-buka lembaran buku biru yang sejak kemarin aku tinggalkan di atas meja belajarku. Sayangnya angin tak mampu lagi membuka lembaran terakhir.
Biarlah pencarian itu hanya aku dan Tuhan yang tahu. Biarlah ia tetap bungkam hingga Tuhan mengabulkan setiap bait doaku. Ternyata kau kekasih halalku. Orang yang aku inginkan adalah yang terbaik untukku. Aku mencintai Adrian dan Mas Raihan. Selamanya hingga Tuhan membalikkan hati ini.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya ^_^

Salam Cahaya ^_^